Meskipun manusia sudah menggunakan-patung dan lukisan selama
beribu-ribu tahun untuk mengungkap santiran dari apa yang dilihatnya,
namun gagasan untuk melihat ini secara mekanis baru dimulai pada Abad
ke-18, ketika para ilmuwan menjadi tertarik oleh peranti kuno
setengah-ilmiah yang dikenal sebagai kamera obskura. Ini adalah sebuah
ruangan kecil, gelap kecuali adanya cahaya yang masuk melalui lensa di
dalam sebuah lubang kecil di satu dinding. Orang-orang di dalam ruangan
melihat pemandangan dari alam yang disinari matahari di luar, yang
diproyeksikan di dinding yang berhadapan. Tetapi santiran ini sebentar
saja; sewaktu cahaya di luar mengabur, santiran itu menghilang.
Usaha untuk menangkap dan mempertahankan santiran-santiran inilah
yang menghasilkan fotografi. Eksperimen-eksperimen pertama dibuat
dengan pelat-pelat logam yang dilapisi dengan berbagai macam larutan
perak. Zat kimia ini mengurai perlahan-lahan bila terkena cahaya. Kalau
pelat yang disiapkan secara demikian tadi diletakkan dalam kotak gelap
(kamera obskura bentuk kecil) dan dipasang di depan sebuah pemandangan
atau di depan suatu benda, perlahan-lahan bentuk remang-remang benda
itu akan muncul pada pelat. Dari awal yang masih mentah inilah
datangnya serentetan perbaikan dalam fotoreseptor, dalam zat kimia dan
dalam kamera; beberapa di antara hal-hal penting ini dilukiskan oleh
fotografi kuno bersejarah yang ditunjukkan pada halaman-halaman
berikut.
Kamera Obscura
FOTO PERTAMA
Foto
pertama di dunia dibuat dalam tahun 1826 oleh Joseph Nicephore Niepce
dari sebuah jendela di rumah perkebunannya di Perancis. Untuk “film”
Niepce menggunakan lempengan campuran timah yang dipekakan dan ia
mendapat gambaran kabur dari puncak-puncak atap yang digambarkan di
atas. Foto ini biasanya diperbaiki supaya jelas tetapi versi yang
seperti inilah wujud sebenarnya.
Di bawah ini merupakan hasil pemotretan yang telah diperbaiki. Image of a Set Table ini dibuat Niepce tahun 1827
PENCAHAYAAN JANGKA LAMA
Pelat tembaga berlapis perak yang dengan perak jodida merekam
santiran sebuah jalan di Paris. Dalam daguerreotipe buatan L.J.M.
Daguerre pada tahun 1839 ini terdapat orang pertama yang pernah difoto
– seseorang yang sedang menyuruh agar sepatunya dibersihkan (kanan
depan). Jalan itu sedang sibuk tetapi hanya orang ini yang cukup lama
di tempat, sehingga terlihat selama pencahayaan dengan waktu lima
menit.
Eksperimen Penting pada Tembaga
Usaha pertama yang berhasil dalam menangkap santiran penglihatan
dilakukan di Perancis dalam tahun 1830 oleh Nicephore Niepce, seorang
penemu, dan Louis J.M. Daguerre, seorang perancang panggung.
Sebenarnya Niepcelah orang yang berkehormatan membuat foto pertama di
dunia. Tetapi Daguerre adalah orang yang memulai fotografi dengan cara
mengenakan uap air raksa pada pelat tembaga peka untuk memunculkan
santiran yang jauh lebih tajam daripada yang pernah dapat dibuat orang
sebelumnya. Meskipun tidak ada kopi yang dapat dibuat dari gambar
itu, daguerreotipe sangatlah menguntungkan dan menjadikan penemunya
kaya.
DAGUERRE DALAM DAGUERREOTIPE
Film Pertama dari Kertas
Pada waktu yang sama seorang Inggris, Fox Talbot, sedang membuat
“film” temuannya berupa kertas berlapis perak klorida. Hasilnya adalah
negatif kertas yang dapat mereproduksi banyak cetakan dengan
menekankannya pada kertas peka dan membiarkannya tertembus oleh cahaya
matahari.
Dalam foto yang dibuat pada tahun 1845 ini Fox Talbot di muka studio
laboratoriumnya memamerkan keampuhan proses kertas penemuannya ini
dapat (dari kiri) menurun lukisan, memotret orang duduk, mencetak pelat
pada rak dalam cahaya matahari dan memtoto patung.
Hasil Lebih Baik dengan Kaca Basah
Daguerreotipe dan negatif kertas Talbot dilupakan orang menjelang
tahun 1860 setelah diperkenalkannya film dari pelat kaca yang diolah
secara kimia. Kaca merupakan dasar yang baik sekali untuk emulsi kimia
peka sebab benar-benar tembus pandang dan tidak menghalangi lewatnya
cahaya, sehingga memungkinkan cetakan yang terang dan tajam. Masalah
melekatkan emulsi ke kaca dipecahkan oleh seorang Inggris, Scott
Archer, tahun 1851. la menggunakan zat cair lengket yang disebut
kolodium. Pelat basahnya harus disiapkan, disinari dan dicuci di
tempat, sebelum emulsi pekanya mengering. Proses ini repot, tetapi
cukup baik sehingga para pemotret bersemangat untuk membawa
perlengkapan yang berat ke seluruh penjuru dunia. Dua orang pelopor
semacam itu adalah William H. Jackson, yang memotret Daerah Barat
Amerika, dan seorang Inggris, Roger Fenton, pemotret perang zaman
dahulu.
JACKSON BERAKSI
Di puncak Glacier Point, di tempat yang sekarang menjadi Taman
Nasional Yosemite, Kalifornia, Jackson menyetel kamera pelat basahnya
untuk memotret pemandangan alam. Antara tahun 1866 dan 1879 dia
mengembara di Daerah Barat Amerika,dan membuat ribuan foto. Foto-foto
nya sangat tenar dan jepretan pemandangannya berpengaruh membujuk
Konggres A.S. untuk membuat taman-taman nasional di seluruh Amerika
BENGKEL YANG MUDAH DIBAWA
Di Daerah Barat Amerika, William H. Jackson bekerja dengan
pelat-pelat basah dalam ruang gelap, sebuah tenda di dekat jalan
kereta rel di Utah. Ia memotret awak kereta rel sebagai imbalan
tumpangan cuma-cuma.
ALAT-ALAT UNTUK PELAT BASAH
Alat-alat inilah yang dibutuhkan untuk membuat gambar pada pelat
basah. Pelat kaca dijepit (kiri) untuk dibersihkan dan digilapkan.
Kolodium yang lengket dituangkan pada kaca, yang lalu dicelupkan dalam
bak pelat (tengoh), tempat pelat mendapat lapisan larutan perak
nitrat. Pelat diletakkan dalam suatu wadah (depon) sehingga dapat
disisipkan dalam kamera (belohang, kanan) tanpa menyentuhkan permukaan
Iengketnya pada sesuatu.Sesudah pencahayaan,sebuah gagang pistol
(kanan) digunakan untuk merendam pelat itu dalam cairan pencuci. Berat
semua peralatan ini dapat mcncapai 50 kilogram.
PEMOTRET PERANG KRIM
Roger Fenton adalah seorang pengacara lnggris yang dengan
pembantunya membawa laboratorium-foto-keliling ini ke Semenanjung
Krim dalam tahun 1855. Dalam keretanya, Fenton menyimpan lima kamera,
700 pelat kaca, dan berpeti-peti zat kimia, juga tenda tidur, dan
makanan. Ia menjelajahi perkemahan dan medan-medan pertempuran. Dia
sering dihentikan oleh pasukan Inggris yang berkeras supaya mereka
difoto.
Keajaiban Pelat Kering
Percobaan yang penuh perjuangan gigih dengan potret pelat basah
berakhir dalam 1876 dengan tibanya pelat kering – kaca persegi seperti
sebelumnya, tetapi kali ini emulsi pekanya ditahan oleh lapisan gelatin
yang cepat kering. Formula gelatin yang pertama dikernbangkan pada
tahun 1871 oleh seorang dokter Inggris, Richard L. Maddox. Kecuali
pelat dapat disiapkan sebelumnya, gelatin itu sendiri meningkatkan
kepekaannya sampai 60 kali lebih cepat daripada pelat basah yang
dahulu. Sekarang, untuk pertama kalinya, aksi dapat “dihentikan”
dengan waktu pencahayaan yang cepat. Pelat baru itu segera
rnenimbulkan perubahan dalarn model kamera. Sampai waktu itu, foto
dibuat dengan memindahkan tutup lensa dari kamera, sebab pencahayaan
diukur berdetik atau bermenit; dan “film”nya sangat lambat sehingga
tidak menangkap bayangan jari pemotret. Sekarang, dengan adanya pelat
yang lebih cepat, penutup mekanis yang rumit dibutuhkan untuk
memasukkan sekilas cahaya melalui lensa. Foto aksi baru yang dramatis
segera menyusul. Eadweard Muybridge membuat telaah vital tentang
lokomosi, mengurangi pencahayaan sampai sepersekian detik.
Gambar-gambar yang dibuatnya memungkinkan orang melihat pertama kali
bagaimana mereka sebenarnya bergerak.
FOTO AKSI BERANGKAI
Muybridge membuat telaah gerak dengan beberapa cara. Dalam dua
rangkaian di atas ia menyerempakkan pandangan depan dan belakang gadis
yang sedang berjalan. Dalam tiga rangkaian bawah ia menggunakan tiga
kamera untuk pelbagai pandangan dari seorang gadis yang melemparkan
sapu tangannya. Telaah gerak ini tak ternilai artinya bagi seniman
dan dokter yang mengajar berjalan orang cacat. Muybridge mula-mula
bekerja dengan pelat basah. Baru setelah memakai pelat kering yang
lebih cepat, ia mengembangkan teknik henti-gerak yang membuatnya tenar
– dan terkenal jahat, karena banyak rangkaiannya berupa orang bugil
SEDERETAN LENSA
Sebuah kamera berlensa 12 dirancang oleh Muybridge untuk membuat
gambar berturutan yang rumit seperti pada halaman sebelah ini.
Pemetik menjepret berturutan, masing-masing berselisih sepersekian
detik. Apa yang nampak seperti lensa ke-13 (kiri) sebenarnya adalah
lensa pemumpun yang mengendalikan pumpun semua lensa lainnya.
METODE TIGA-KAMERA MUYBRIDGE
Untuk memotret gadis yang melemparkan saputangan di gambar sebelah,
Muybridge membidikkan tiga kamera berlensa 12 -satu dari samping, satu
dari sudut depan dan satu lagi dari sudut belakang. Pemetik
disinkronkan sehingga lensa-lensanya bekerja serentak. Ketiga gambar
di atas ini masing-masing adalah satu gambar yang diambil oleh lensa
keempat pada setiap kamera. Terlihatlah pandangan sekeliling dari
gerak gadis itu.
Fotografi bagi Setiap Orang
Penemuan film gulung dan kotak kamera jinjingan yang mudah
dipergunakan membuka bidang fotografi bagi amatir. Seorang bernama
George Eastman merupakan tenaga inti dalam pembaruan yang mencolok ini.
Sebagai seorang pengusaha pelat kering di Rochester, New York,
Eastman mulai mempersoalkan mengapa pelat kaca yang mudah pecah dan
berat tidak dapat diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Bukankah
kaca hanyalah alas emulsi? Mengapa tidak menggunakan bahan yang
lentur, sesuatu yang dapat digulung pada suatu torak dan ditaruh dalam
kamera sedemikian rupa, sehingga satu rangka setiap kali dapat
dicahayai? Dalam tahun 1889, Henry M. Reichenbach, seorang karyawan
Eastman sudah menyempurnakan alas emulsi serupa itu, terbuat dari
campuran nitroselulosa dan alkohol kayu. Penemuan tersebut ternyata
sedemikian berhasil sehingga digunakan di seluruh dunia sampai tahun
1930-an – ketika suatu bahan yang tidak begitu mudah terbakar,
selulosa asetat, menggantikannya. Sementara itu, Eastman menyempurnakan
gulungan film dan kamera yang menampungnya – Kodak. Segala sesuatu
yang terdapat pada Kodak pertama ini unik, termasuk namanya, yang
dikarang oleh Eastman. Kodak yang merupakan kesederhanaan yang unggul
memperpendek proses fotografi menjadi dua langkah mudah: melihat benda
melalui pengintai dan memijat pemetik. Kameranya kecil dan enteng;
lensanya yang berpumpun tetap dapat menangkap segala sesuatu dengan
jelas dalam jarak tiga meter. Film dipasang di pabrik dan sesudah 100
kali pemotretan kamera dikirim ke Eastman Company, tempat film itu
dicuci, dicetak dan dikembalikan bersama kamera yang sudah diisi lagi.
Kodak itu menggemparkan – berjuta juta dijual di seluruh dunia:
Semboyan Eastman “Anda memencet tombol, selanjutnya serahkan kepada
kami”, menjadi pemeo internasional, sehingga bahkan muncul dalam
operet Gilbert dan Sullivan, Utopia, Unlimited, dalam tahun 1893.
KODAK PERTAMA
Kodak asli yang mekanisme dalamnya dikeluarkan di atas ini ideal
untuk film gulung yang baru ditemukan. Film ini dapat digunakan untuk
100 foto; rangka baru dapat ditempatkan ke posisinya dengan putaran
tangan sesudah setiap pencahayaan. Penutup bundar menghilangkan
pinggir foto yang cenderung menjadi kabur. Di sebelah kanan, George
Eastman, di atas kapal, membidikkan penemuan barunya sementara seorang
kawan memotretnya dengan Kodak lain.
Kodak mengabadikan hampir setiap pemandangan, seperti terlihat dalam
foto-foto dari tahun 1890 ini. Wisatawan memperlengkapi dirinya dengan
Kodak dan menjepret apa saja sementara penduduk asli memotret
wisatawan. Di mana-mana orang menangkap pada film apa yang dilihat
matanya.
Mulainya Fotografi Berwarna
Cukup mengejutkan bahwa beberapa karya telah diciptakan berwarna
sejak seabad yang lampau. Pada waktu itu James Clerk Maxwell dari
Skotlandia mendemonstrasikan bahwa foto berwarna dapat dibuat dengan
memecah suatu benda menjadi tiga warna utama – merah, hijau dan biru –
dengan penapis. Sayang bahwa sistemnya membutuhkan tiga foto tersendiri
yang masing-masing mengungkap satu warna. Baru pada tahun 1904 orang
menemukan suatu sistem warna yang terandalkan, dan hanya menggunakan
satu kamera. Ini tercapai di Perancis oleh Lumiere bersaudara dengan
proses yang mereka sebut autokrom. Rahasianya adalah di dalam “film”
mereka berupa suatu pelat kaca yang dilapisi butir mikroskopik tepung,
yang masing-masing diwarnai merah, hijau atau biru. Gagasan
memasukkan partikel warna yang berlain-lainan ke dalam film itu
sendiri masih tetap diikuti orang sampai zaman sekarang ini.
Sejarah fotografi bermula jauh sebelum Masehi. Dalam buku
The History of Photography
karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun
1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria
bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding
ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (
pinhole), maka di
bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang
secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang
menyadari fenomena
camera obscura.
Beberapa abad kemudian, banyak orang yang menyadari serta mengagumi
fenomena ini, beberapa diantaranya yaitu Aristoteles pada abad ke-3 SM
dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM,
dan kemudian berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang
sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan
Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah
kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar (Bachtiar: 10).
Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 21), nama
camera obscura diciptakan oleh Johannes Keppler pada tahun 1611:
“
By the great Johannes Keppler has designed a portable camera
constructed as a tent, and finaly give a device a name that stuck:
camera obscura… The interior of the tent was dark except for the light
admitted by a lens, which foucussed the image of the scene outside onto
a piece of paper.” (Pada tahun 1611 Johannes Keppler membuat
desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan akhirnya
memberi nama alat tersebut sebuah nama yang terkenal hingga kini:
camera obscura…
Keadaan dalam tenda tersebut sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang
ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di
atas selembar kertas).
Pada awal abad ke-17 seorang ilmuwan berkebangsaan Italia bernama
Angelo Sala menemukan, bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya,
warnanya akan berubah menjadi hitam. Demikian pula Professor anatomi
berkebangsaan Jerman, Johan Heinrich Schulse, pada 17127 melakukan
percobaan dan membuktikan bahwa menghitamkan pelat chloride perak yang
disebabkan oleh cahaya dan bukan oleh panas merupakan sebuah fenomena
yang telah diketahui sejak abad ke-16 bahkan mungkin lebih awal lagi.
Ia mendemonstrasikan fakta tersebut dengan menggunakan cahaya matahari
untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak; saying ia
gagal mempertahankan gambar secara permanent.
Kemudian sekitar tahun 1800, seorang berkebangsaan
Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar
positif dari citra pada camera obscura berlensa (pada masa itu camera
obscura lazimnya pinhole camera yang hanya menggunakan lubang kecil
untuk cahaya masuknya), tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia
berkonsentrasi sebagaimana juga Schulse, membuat gambar-gambar negatif
(sekarang dikenal dengan istilah fotogram) dengan cahaya matahari, pada
kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak.
Sementara itu di Inggirs, Humphrey Davy melakukan
percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama dengan
Schulse. Pelatnya dengan cepat berubah menjadi hitam walaupun sudah
berhasil menangkap imaji melalui camera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis,
Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed
pemandangan dari jendela kamrnya, melalui proses yang disebutnya
Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam
yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur,
berhasil pula mempertahankan gambar secara permanent. Kemudian ia pun
mencoba menggunakan kamera obscura berlensa, proses yang disebut
”heliogravure” pada tahun 1826 inilah yang akhirnya menjadi sejarah
awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan
di University of Texas di Austin, AS.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung
opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851)
untuk mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan
Daguerre berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: “fotografi akan
menjadi seni termuda yang dilahirkan zaman.”
Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce
meninggal dunia. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan
sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya:
sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi
larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung
dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk
membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir
suling.
Fotografi mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu
bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan
kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun 1839 yang
dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis
dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan
teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata
sudah bisa dibuat permanen.
Januari 1839, penemu fotografi dengan menggunakan proses kimia pada
pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan
temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi
berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya
dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli
Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah
hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut
Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia fotografi
modern adalah seorang pengusaha, yaitu George Eastman. Melalui
perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan
fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks
yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui
perbaikan lensa,
shutter, film dan kertas foto.
Tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera
Single Lens Reflex (SLR), dan pada tahun yang sama Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi kamera
NIKON.
Tahun 1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin
Land. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses
pengembangan dan pencetakan film.
Posted in
Uncategorized | Tags:
Fotografi
Sumber : http://robyjayaputra.wordpress.com/2010/08/22/sejarah-fotography/